Jan 29

REAL SELF vs IDEAL SELF

Rogers menempatkan suatu dorongan, suatu kebutuhan fundamental, dalam sistemnya tentang kepribadian: memeliharakan, mengaktualisasikan, dan meningkatkan semua segi individu.

Kecenderungan ini dibawa sejak lahir dan meliputi komponen-komponen pertumbuhan fisiologis dan psikologis, meskipun selama bertahun-tahun awal kehidupan, kecenderungan tersebut lebih terarah pada segi-segi fisiologis (Schultz, 1991).

Dalam pendekatan dengan menggunakan paradigma humanistik, perlu diketahui bahwa:

  1. Manusia mempunyai potensi positif, mempunyai kemauan untuk berkembang sempurna
  2. Manusia proaktif-reaktif untuk mencapai positive striving , bertanggung jawab
  3. Bebas-tidak terikat pada belenggu masa lalu,  berorientasi ke masa depan untuk self fulfillment
  4. Perilaku manusia tidak hanya dipandang sebagai sesuatu yang  mekanistik tetapi harus dipandang sebagai kualitas manusia yang kreatif-aktualisasi.

Paradigma ini meyakini bahwa manusia memiliki tujuan mengaktualisasikan diri, yaitu suatu dorongan instingtif untuk memenuhi potensi mereka sebagai mahkluk manusia yang unik.

Ada pula konsep tentang diri, dimana individu berfungsi secara penuh (sehat mental) bila mereka melihat diri mereka secara terbuka.

Kunci ciri kepribadian yang terkait dengan pandangan ini mengenai kesehatan psikologis yaitu: keterbukaan melihat pengalaman dalam dan pengalaman luar, sensitivitas pada perasaan, kemampuan untuk hidup secara ”penuh” pada setiap kesempatan, mempersepsi bahwa seseorang adalah agen yang bebas, dan dapat yakin untuk mempercayai bahwa individu bisa memilih dan melakukan apa yang menurutnya benar (Connell, 2004).

Pada masa kanak-kanak, anak mulai membedakan atau memisahkan salah satu pengalamannya dari pengalaman-pengalaman yang lain. Anak mulai mengembangkan konsep tentang ”aku” dan ”kepunyaanku” sehingga lambat laun hal ini membentuk konsep dirinya. Sebagai bagian dari konsep diri, anak juga menggambarkan akan menjadi siapa atau mungkin menjadi siapa. Gambaran-gambaran itu dibentuk sebagai suatu akibat dari bertambah kompleksnya interaksinya dengan orang-orang lain di sekitarnya.

Dengan mengamati reaksi dari orang-orang lain terhadap tingkah lakunya, anak secara ideal akan mengembangkan suatu pola penggambaran ”gambaran diri” yang konsisten, yaitu suatu keseluruhan yang terintegrasi dimana kemungkinan adanya beberapa ketidakharmonisan antara ”diri yang sebagaimana adanya” atau REAL SELF dan ”diri yang sebagaimana mungkin diinginkan” atau IDEAL SELF, untuk semakin diperkecil.

Cara-cara khusus bagaimana diri itu berkembang dan apakah ia akan menjadi sehat atau tidak, tergantung pada cinta yang diterima anak itu pada masa kecilnya. Pada waktu ”diri” mulai berkembang, anak juga belajar membutuhkan cinta. Rogers menyebut kebutuhan ini sebagai penghargaan positif (positive regards) (Schultz, 1991).

Kerangka berpikir yang digunakan Rogers dalam menyusun dan merumuskan psikoterapi yang terpusat pada klien adalah sebagai berikut (disarikan dari Hall & Lindzey, 1993) :

  • Manusia mempunyai satu kecenderungan yang mendorong ia berbuat yaitu kecenderungan untuk mempribadikan diri dalam bentuk self-actualization, self-maintainance, dan self-emhancement.
  • Sikap manusia terhadap pengalaman-pengalaman yang terbentuk: menerima, menolak, atau mengabaikannya. Pengalaman itu diterima karena pengalaman tersebut konsisten dengan struktur dirinya, ditolak karena tidak sesuai dengan struktur dirinya, dan diabaikan karena tidak berhubungan dengan struktur dirinya.
  • Diri manusia dapat dipandang dari dua segi, yaitu sebagai subjek dan sebagai objek. Sebagai subjek maka manusia menjadi “Saya” (saya yang berpikir, melihat, dsb.) sedangkan sebagai objek maka manusia akan menjadi “Ku” (pikiranku, perasaanku, diriku, dsb.). Dengan demikian, akan ada diri yang subjektif dan diri yang objektif, ada diri yang ideal dan diri yang aktual, ada gambaran diri dan pengalaman diri.
  • Gangguan psikis terjadi karena gambaran diri tidak serasi dengan pengalaman diri atau diri yang ideal tidak sesuai dengan diri yang aktual.
  • Proses psikoterapi merupakan proses penyerasian gambaran diri.

Menurut pandangan ini, akar dari terjadinya gangguan psikologis adalah  inkongruensi atau ketidakselarasan antara konsep diri seseorang (cara dia memandang dirinya) dengan keadaan dia yang sebenarnya.

Semakin lebar jurang pemisah antara keduanya, maka semakin individu tersebut semakin tidak selaras / inkongruen.

Sementara itu, pembentukan konsep diri sangat terkait dan tidak dapat terlepas dari perilaku significant others –bisa orangtua, guru, kelompok sebaya yang sangat berpengaruh – pada individu selama individu menjalani proses berkembang (grows up).

Penerimaan bersyarat (conditional positive regards) yang diberikan pada individu merupakan awal mula terjadinya ketidakselarasan dalam kepribadiannya.

Karavasilis, dkk.  (2003) menemukan bahwa otonomi memiliki akibat yang penting pada cara pandang anak mengenai dirinya, dimana keterlibatan orang tua yang memberikan kehangatan pada anak memiliki peran dalam membentuk pandangan anak terhadap figure lekatnya. Hasil penelitian Shaw, dkk (2004) yang menganalisis sampel orang dewasa berusia 25 – 74 tahun, menunjukkan bahwa kurangnya dukungan emosional dari orang tua selama masa kanak-kanak memiliki asosiasi dengan meningkatnya level gejala depresi dan kondisi kronis lainnya pada masa dewasa.

Sumber bacaan:

  • Connell, J. 2004. The Differences and Similarities of Rational Emotive Behavior Therapy and Person Centered Counseling: a Personal Perspective. Journal of The Association for Rational Emotive Behavior Therapy, Vol.11 No.1, diakses melalui http://www.arebt.org/jrebt2004.pdf pada 31 Januari 2008
  • Hall & Lindzey. 1993. Teori-teori Holistik (Organismik – Fenomenologis). Editor: A. Supratiknya. Jogjakarta: Kanisius
  • Karavasilis,  L., Doyle,  A.B., & Markiewicz, D. 2003. Associations between parenting style and attachment to mother in middle childhood and adolescence. International Journal of Behavioral Development. 27 (2), 153–164, diakses melalui http://jbd.sagepub.com/cgi/reprint/27/2/153 pada pada 6 Maret 2008
  • Schultz, D. 1991. Psikologi Pertumbuhan: Model-model Kepribadian Sehat. Penerjemah: Yustinus. Jogjakarta: PT.Kanisius
  • Shaw, B. A., Krause, N., Chatters, L. M.,  Connell, C. M., & Ingersoll-Dayton, B. 2004. Emotional Support From Parents Early in Life, Aging, and Health.  Psychology and Aging (American Psychological Association, Inc.), Vol. 19, No. 1, 4–12, diakses melalui http://www.apa.org/journals/releases/pag1914.pdf pada 6 Maret 2008

Comments Off on REAL SELF vs IDEAL SELF
comments