Jan 28

Kegagalan

FAILED?

Inspirasi tulisan ini dari mbakyu Desia Dewi yang beberapa waktu lalu nempelin foto karya beliau yang dianggap “gagal”.

Hmm.. sebenarnya untuk menilai suatu karya seni itu gagal atau berhasil, agak sulit ya, karena itu akan sangat tergantung pada penilaian sang seniman dan juga para penikmat seni itu sendiri. Bisa jadi suatu “kegagalan” berubah menjadi suatu ide brilian, karena dinilai dari orisinalitasnya, mungkin…

Anyhow, di sini saya sih maunya melakukan sebuah “penilaian” terhadap karya saya, yang mana penilaian tersebut saya dasarkan pada “perasaan” saya sendiri, saya sreg nggak sih sama karya tersebut? kenapa tidak sreg dan bagaimana saya mengatasi rasa ke-tidak-sreg-an tersebut :)

Ini adalah karya terbaru saya, hari Sabtu kemarin nih jadinya :)

Dan entah mengapa saya merasa nggak sreg, lalu tadi padi saya memutuskan untuk melakukan perubahan. Sebenarnya ini bukan kali pertama saya melakukan perubahan seperti ini sih, hehehe… beberapa waktu yang lalu saya juga melakukan “pembentukan ulang” atau disebut recycling juga bisa ya… yang awalnya bangle saya ubah menjadi bros :) . Well, kembali lagi ke foto di atas, jadi saya akhirnya melepas bandul yang ada di bawah bros dan kemudian menambahkan kawat brass agar warna kuningnya menjadi lebih hidup -sebelumnya, saya merasa gunmetal yang dominan, kali ini nampaknya seimbang :) .

Yup, hasil akhirnya seperti itu! Saya cukup puas dengan hasil akhir tersebut, tampak lebih cerah dan entah mengapa, ada nuansa maskulin di sana. Saya suka :)

Oya, ini nih foto bangle yang saya ubah jadi bros:

Bangle itu saya buat di bulan Februari lalu, saya nggak sreg karena ia terkesan ringkih. Akhirnya, tanggal 15 kemarin, secara spontan saya ubah aja dia jadi bros, saya bentuk ulang, tambahkan poly clay dan kristal, jadi deh :) Saya juga suka!

***

Nah, kali ini lesson learned-nya apa?

Berbicara tentang kegagalan, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang luput dari yang namanya pengalaman gagal. Semua pasti pernah mengalami. Namun, kembali lagi pada sudut pandang. Sebenarnya kegagalan itu akan menjadi kegagalan kalau kita mempersepsikannya begitu -eh bingung ya? Maksud saya begini, sebuah peristiwa yang terjadi pada hidup kita itu sebenarnya merupakan stimulus netral. Ia menjadi bermuatan positif -menyenangkan- atau bermuatan negatif -tidak menyenangkan- itu bergantung pada sudut pandang yang kita gunakan untuk memaknai peristiwa tersebut.

Lebih mudahnya menjelaskan hal ini menggunakan teori stimulus-respon dari Behaviorisme :) Kalau saya seringnya pake teori dari Albert Ellis, Rational Emotive Theory.

Ada 5 poin tahapan: A-B-C-D-E

Komponen Proses
A = activity, action, agentHal-hal, situasi, kegiatan atau peristiwa yang mendahului atau menggerakkan individu (antecedent or activating events) External eventKejadian di luar atau di sekitar individu
B = beliefiB = irrational belief, yaitu keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal Self-verbalizationsTerjadi dalam diri individu, yaitu apa yang secara terus menerus ia katakan berhubung dengan A terhadap dirinya.
rB = rational belief, yaitu keyakinan yang rasional atau layak dan secaraempirik mendukung kejadian eksternal
C = consequencesiC= irrational consequences, yaitu konsekuensi irasional atau tidak layak yang dianggap berasal dari A Consequent affective emotionYakni konsekuensi yang mempengaruhi individu –positif maupun negatif—sebagai hasil dari self verbalization
rC= rational or reasonable consequences, yaitu konsekuensi rasional atau layak yang dianggap berasal dari rB
D = dispute irrational beliefsKeyakinan-keyakinan irasional dalam diri individu saling bertentangan (disputing) Validate or invalidate self verbalizationSuatu proses self verbalization dalam diri individu, apakah menetap atau tidak
E = effectcE = cognitive effect of disputing, efek kognitif yang terjadi dari pertentangan dalam keyakinan-keyakinan irasional Change self verbalization Terjadi perubahan dalam verbalisasi diri pada individuChange behaviorTerjadi perubahan perilaku pada individu
bE= behavioral effect of disputing, yaitu efek pada perilaku yang terjadi dari pertentangan dalam keyakinan-keyakinan irasional diatas

Gerald Corey menggambarkan prosesnya seperti ini:

Pendekatan Rasional-Emotif ini memiliki pendekatan yang komprehensif. Dalam prakteknya, Terapi Rasional-Emotif (TRE) menekankan pada unsur “belief” dan “attitude” serta pentingnya “human values” sebagai hal yang memegang peranan utama dalam usaha mencapai tujuan.

Reaksi-reaksi emosional yang muncul pada komponen C (emotional and behavioral consequences), sesudah suatu peristiwa atau kejadian atau pengalaman yang terjadi pada komponen A dan hal ini menyebabkan timbulnya sistem keyakinan tertentu pada komponen B (belief system).

Ellis menegaskan bahwa bukan A yang menyebabkan C, tetapi sistem keyakinan (B) terhadap A-lah yang mengakibatkan munculnya C. Dan proses ini terjadi terus menerus tiap kali individu menemui suatu peristiwa, dan semakin menguatkan sistem keyakinannya.

JADI….

Sistem keyakinan (belief, B)-lah yang membuat kita merasa mengalami kegagalan dan merasa sakit hati.

IMHO, disaat kita menemui peristiwa yang menurut kita termasuk dalam kategori “gagal”, misalnya: gagal bikin wj yang bagus, simetris, yang sreg di hati, ada dua pilihan yang bisa diambil:

  1. LETTING GO> Ikhlaskan, menerima bahwa “kegagalan” merupakan bagian dari proses belajar, besok dicoba lagi, siapa tahu pada kesempatan berikutnya bisa “meningkatkan” kualitas karya.
  2. MAKE A DIFFERENCE> jika tidak bisa ikhlas, maka DO SOMETHING! Lakukan perubahan yang sekiranya bisa “memperbaiki” kegagalan tersebut.

Tentu, setiap pilihan akan memiliki konsekuensi masing-masing. Yaaa… tergantung tiap individu untuk mengambil pilihan yang mana :D

Kalau saya, seringkali pilihan itu jatuh pada opsi kedua, hehehehe :)

Comments Off on Kegagalan
comments